Tags
bayi, belajar, ceramah, desa sebangun, iklas, jujur, kalimantan barat, kertas putih, safary ramadhan, sambas, sebawi, SGI, syaiha, tidak pernah menyerah
“Pak Syaiful, ngape bentar inyan tok ngasi ceramahnye? Padahal kamek masih suke ndengarin (Pak Syaiful, kenapa sebentar sekali memberi ceramahnya, padahal kami masih suka mendengarkannya)” ujar salah seorang jamaah ibu-ibu kepada ku malam ini. Padahal sudah hampir satu jam saya menyampaikan materi.
“Tadi saya liat jamaah udah kapak bu, makenye saya berhenti jak lah, dari pade ngantuk”
“Daan pak, masih suke inyan tadi tok, ape lagi ade video nye (Nggak pak, masih suka sekali tadi, apalagi ada videonya)”
“Kapan-kapan kesini lagi ya Pak!” ujar imam masjid menimpali, “Disini juga kan ada 3 surau, jadi kalau sempat kunjungi salah satunya”
“Insya Allah Pak!”
Desa Sebangun, Kec. Sebawi, Kab. Sambas, Kalimantan Barat adalah desa tempat ku mengabdi sekarang. Desa ini terdiri dari tiga dusun, Dusun Kota Bangun, Dusun Sekenang, dan Dusun Sebawi B. Malam ini adalah Safary Ramadhan Desa kedua. Sebelumnya sudah sukses dilaksanakan di Dusun Kota Bangun, dan selanjutnya, tanggal 17 Agustus nanti adalah Safary Ramadhan terakhir di Dusun Sebawi B.
Malam ini memang sedikit berbeda dari Safary Ramadhan pertama. Bukankah kita dianjurkan untuk lebih baik dari sebelumnya? Makanya jika Safary Ramadhan pertama aku dan teman-teman hanya mengandalkan Alquran dan pengeras suara saja, malam ini aku menggunakan laptop dan infokus untuk mengisi ceramah. Beberapa ice breaking pun saya gunakan untuk menciptakan suasana yang hidup.
Materi yang saya sampaikan sebenarnya sangat sederhana, Belajar dari Bayi! dan hanya ada empat hal yang saya sampaikan. Pertama, Bayi itu tidak pernah menyerah! Contoh kasus yang sampaikan adalah ketika bayi belajar berjalan. Perhatikanlah, berkali-kali bayi akan jatuh bangun. Tapi tidak pernah sekalipun ia menyerah hingga ia bisa berjalan. Jika pada suatu ketika saat belajar berjalan dan jatuh kemudian si bayi menyerah, putus asa! Maka bayi tidak akan pernah bisa berjalan. Untungnya bayi tidak pernah menyerah! Maka kita manusia dewasa harusnya juga begitu, jangan pernah menyerah.
Kedua, bayi itu ikhlas! Contoh kasus yang saya sampaikan adalah ketika bayi tersenyum. Ada yang tidak suka melihat bayi tersenyum? Saya yakin kita semua pasti suka melihat bayi tersenyum, bukan? Menentramkan dan menenangkan sekaligus menggemaskan. Mengapa? Karena bayi itu ikhlas! Ia tersenyum karena memang ia ingin tersenyum. Bukan karena mertua, bukan karena pacar, bukan karena harta, dan lain-lain.
Ketiga, bayi adalah manusia yang paling jujur! Untuk yang satu ini saya memutarkan video tentang anak bayi yang lebih bisa dipercaya dari pada orang dewasa. Semua jamaah tertawa menyaksikan video yang hanya berdurasi 1 menit. Bahkan saya memutarnya dua kali karena permintaan jamaah.
Keempat, bayi itu seperti kertas putih, kita lah orang tuanya (ayah-ibu, guru, dan lingkungan) yang akan menuliskan apa di atasnya. Tulislah dengan kalimat yang indah dan pelan-pelan, karena jika terlalu kencang kita menekannya, maka kertas itu akan robek.
Sederhana bukan? Tapi ternyata jamaah suka! Mengapa? Tentu karena kemasan yang menarik dan berbeda dari biasanya. Jika selama ini mereka hanya duduk dan mengandalkan telinga saja saat mendengarkan ceramah, malam ini untuk pertama kalinya mereka menggunakan indera lebih banyak di ceramah ku.
Salam Ukhuwah, SYAIFUL HADI