• Sekelumit Tentang SyaiHa
  • SGEI
  • Tentang Blog

pelukissenja

~ Just another WordPress.com site

pelukissenja

Tag Archives: siswa

Kadang Ada yang Lebih Berharga daripada Hanya Beberapa Lembar Rupiah

05 Wednesday Sep 2012

Posted by syaiha in Pendidikan

≈ Leave a comment

Tags

belajar, guru, les, matematika, SD, semangat, siswa, syaiha, tambahan pelajaran

Beberapa hari ini siswa ku, kelas 5 dan kelas 6 berkali-kali dan setiap hari mendatangiku, “Pak, kapan kami les matematika, Pak?”

Tambahan pelajaran ini adalah keinginan mereka, bukan keinginanku! Tapi bukannya aku tidak mau, hanya takut mengganggu aktivitas bermain mereka saja. tapi ternyata mereka lah yang meminta. Mereka ingin belajar bersama ku dan meninggalkan aktivitas bermain mereka sejenak!

Aneh, tumben anak-anak semangat sekali untuk belajar! Padahal waktu saya sekolah dulu, males banget kalau disuruh belajar, apalagi les! Bukan kah lebih mengasikkan ngegames dari pada belajar? Kalau pun saya datang les, itu karena ada pacar saya saja.. hehehe.. Gumamku. Sudah disuruh les aja saya sering bolos datang, eh ini siswa ku malah minta les! Kan aneh!

Atau mungkin mereka mulai sadar bahwa kemampuan mereka sangat rendah dalam pelajaran Matematika. Sebenarnya bukan karena kemampuan mereka yang tidak bagus, tapi lebih kepada kebiasaan guru kelas rendah mereka dulu yang jarang masuk kelas dan hanya meninggalkan tugas atau catatan saja tanpa menjelaskannya. Akibatnya, di kelas tinggi sekarang, mereka kewalahan mengikuti materi yang kuajarkan.

“Baik, kalau gitu kelas lima lesnya hari Senin dan Rabu. Nah kalau kelas 6 les nya hari Selasa dan Kamis”

“Jam berape, Pak?”

“Ehmm.. kalau jam 2 bise keh? Kalak baliknye jam setengah 4!” ujarku sambil mengikuti Bahasa Melayu Kalimantan mereka.

“Biseeeeee..” ujar mereka hampir serentak. Raut wajah mereka sumringah, senang karena akhirnya bisa les dengan ku.

Les pertama mereka mulai berjalan minggu ini. Mereka antusias! Saya bilang jam 2 masuknya, tapi mereka datang jauh lebih awal, akibatnya saya tidak bisa istirahat sejenakpun! Tapi saya menikmatinya! Nanti saat saya kembali ke Bogor, momen seperti ini akan menjadi kenangan tersendiri dalam hidup ku.

*****

Hari ini seorang guru mendatangiku ketika sedang memasukkan nilai Latihan dan Pekerjaan Rumah anak-anak.

“Lagi ngapain pak Syaiful??”

“Eh ini, lagi memasukkan nilai anak-anak” jawabku, “Nilai latihan dan PR..”

Dia mendekati dan melihat-lihat beberapa buku siswa di meja ku, “Rajin banget nih, Pak!”

“Iya Bu.. kasihan kan kalau anak-anak sudah kita kasih latihan dan PR tapi kita nggak menilainya, lagi pula ini juga untuk tabungan nilai mereka nanti kalau nilai mereka jelek di ujian”

Raut wajahnya berubah, mungkin dia tersindir. Biarlah. Tapi begitulah fenomena guru di negeri kita, sering sekali Penilaian Berbasis Kelas (PBK) nya tidak dijalankan dengan baik. anak-anak diberi latihan, tugas, PR, atau apalah namanya, tapi guru tidak memberikan nilai. Atau kalaupun diberikan nilai, tidak didokumentasikan dengan baik, bukan?

“Oh iya, Pak Syaiful ngasih les ke anak-anak ya?”

“Iya Bu.. kemarin les anak kelas 6, hari ini les anak kelas 5”

Dia sedikit mendekat dan mengecilkan volumenya suaranya, agak berbisik ia berkata “Gratis, Pak? Nggak dibayar? Kok mau sih, Pak?”

Aku cuma tersenyum, “Saya kan cuma tinggal beberapa bulan lagi di sini, Bu. Bulan 2 tahun depan saya sudah akan kembali ke Bogor. Jadi di sisa waktu yang ada, saya ingin berbuat sesuatu untuk anak-anak. Mudah-mudahan dengan tambahan pelajaran ini, Matematika mereka menjadi lebih baik”

Cuma itu yang bisa saya katakan ke guru itu. Bisa saja saya bilang “Emang semua harus dinilai dengan uang ya, Bu? Bagi saya, melihat senyum ceria anak-anak itu sudah menjadi kepuasan tersendiri yang jauh lebih berharga dari hanya beberapa lembar rupiah! Bagi saya, sebuah anggukan isyarat bahwa ia mengerti tentang pelajaran yang saya sampaikan sudah cukup!”

Tapi semua urung saya ucapkan, saya simpan rapi saja di hati. Saya berhusnudzon, “mungkin saja selama ini gaji dari ia mengajar memang tidak mencukupi untuk kebutuhan keluarganya”.

“Tapi dia PNS loh Syaiful!!” Bisik syetan di dada ku.

“Eh sudah-sudah, nggak boleh su’udzon!!”

Salam Ukhuwah, SYAIFUL HADI

Advertisements

Aku Ingin Jadi Presiden, Biar Mama Nggak Melacur Lagi

24 Friday Aug 2012

Posted by syaiha in cerpen

≈ 1 Comment

Tags

guru, mama, nevi, pelacur, PSK, SD, sekolah, siswa, vivi

Suasana kelas riuh, ramai.  Hampir semua mata tertuju ke satu arah, titik tengah kelas. Seorang anak lelaki berdiri di atas meja, tangan kanannya menggenggam sebuah buku tulis yang digulung bak mic dan diarahkan ke arah mulutnya. Di pojok belakang, seorang anak hanya diam, tidak larut jingkrak-jingkrak seperti yang lain.

Meja di tengah ruangan dinaiki bocah lelaki dan dijadikan panggung konsernya, sedangkan anak-anak yang lain adalah penonton sekaligus fans setianya. Bocah yang menjadi pusat perhatian bernyanyi dan bergaya seperti Pasha ungu, artis kesayangannya.

..Kau sangka aku akan menyerah

Kau sangka aku akan pasrah

Dirimu tak pedulikan aku

Walau cinta hanya untukmu

Walau kasih hanya untukmu

Walau sayang hanya untukmu

Untukmu, untukmu, untukmu..

“Yei.. yei..” teriak anak-anak yang lain. Sungguh ramai kelas ini. Nyaris semua ikut berteriak-teriak girang, kecuali seorang bocah manis di pojok ruangan, di kursi paling belakang. Saking riuhnya, bocah-bocah mungil itu tidak menyadari kalau seorang guru muda, guru magang dari Universitas Swasta di bilangan Jakarta sudah berdiri di depan. Ini hari pertamanya magang di SD yang ada di bilangan Parung, Bogor.

“Mereka benar-benar menggemaskan..” gumam si guru magang. Si guru tidak menegur tapi malah memperhatikan sejenak polah anak-anak didiknya.

Hingga ada sepasang mata yang menyadari kehadirannya, “Eh.. udah-udah, ada guru baru tuh..” teriaknya. Konser kelas yang tadinya riuh, sekarang perlahan tapi pasti menyepi dan berhenti. Si Pasha Ungu turun dari panggung miliknya dan kini duduk manis, malu.

“Assalamu’alaikum anak-anak!!”

“Wa’alaikumsalam bu guru..” serentak.

“Apa kabar hari ini??”

“Alhamdulillah baik, Bu..” Serempak lagi.

“Aih nggak seru kalo jawabannya begitu” ujar bu guru, “Sekarang, kalau ibu tanya apa kabar anak-anak, kalian jawabnya.. Alhamdulillah, pikiran ku” Sambil menunjuk kepala masing-masing dengan dua telunjuk tangannya, “Tubuhku..” sambil menyedekapkan kedua tangan di dada, “Hatiku..” sambil menggenggam tangan kanan masing-masing di letakkan di jantungnya, “Fresh.. fresh.. fresh.. Dahsyat!!!”

“Bisa??”

“Bisa bu..”

“Kita coba ya..” bu guru tersenyum, manis sekali, “Apa kabar anak-anak??”

“Alhamdulillah, pikiranku, tubuhku, hatiku, fresh.. fresh.. fresh.. dahsyat!!”

“Nah begitu dong.. kita harus selalu semangat setiap pagi dan setiap hari ya sayang..”

Setelah itu bu guru memperkenalkan dirinya, Nevi Dian Vilantie. Nevi menjelaskan bahwa ia adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang melaksanakan praktek lapang. Ia akan belajar mengajar di SD ini selama sebulan ke depan.

“Nah ibu kan sudah memperkenalkan diri, sekarang giliran kalian ya sayang memperkenal diri masing-masing..” Nevi memberi instruksi, “Sebutkan nama dan cita-citanya.. Baik sayang, kita mulai dari yang paling kanan ibu ya” Nevi menunjuk ke satu arah, “Iya, kamu sayang.. silakan.. yang keras ya suaranya..”

Bergiliran satu-satu bocah mungil itu memperkenal diri masing-masing dan menyebutkan cita-citanya. “Saya ingin jadi dokter”, atau “saya ingin jadi guru”, atau “saya ingin jadi pemain bola”, dan lainnya, cita-cita umum kebanyakan anak-anak Indonesia.

Tiba giliran di tengah ruangan kelas, “Saya ingin jadi penyanyi bu..” ujar si Pasha Ungu yang tadi menjadi perhatian kelas.

“Bagus.. Amiin..” ujar Nevi.

Sampai juga giliran si bocah manis, perempuan mungil yang sedari tadi diam tak bersuara. Murung, tapi sebenarnya wajahnya manis sekali.

“Nama saya Vivi bu, saya ingin jadi Presiden..”

“Hahaha…” kompak semua anak yang lain tertawa, meremehkan.

“Eh nggak boleh begitu ya sayang, kita hargai semua cita-cita teman-teman kita. Yuk amin bareng-bareng..”

“Aaamiiin..” kompak.

“Vivi kenapa ingin jadi presiden?” Nevi terusik dengan cita-cita yang paling berbeda dibandingkan dengan anak yang lain.

“Biar cepet kaya bu.. biar mama nggak selalu berangkat kerja malem dan pulang pagi. Vivi ingin kayak anak-anak yang lain, Bu, kalau tidur sama mama, didongengin, dimanja, dan disayang..”

DEG!! Tertohok sekali Nevi mendengar ocehan bocah manis itu.

*****

Saat istirahat di kantor, Nevi menceritakan pengalaman pertamanya masuk di kelas Satu B barusan, termasuk menceritakan perihal Vivi ke guru lainnya.

“Eh bu, Vivi itu anak seorang PSK di daerah Parung ini..” ujar salah satu guru senior.

“Iya bu, benar.. semua guru juga sudah tau itu..” ujar guru yang lain mengiyakan. Seketika tubuh Nevi lemas, merinding membayangkan kehidupan salah satu siswanya.

Sekarang Vivi masih kecil, jelas tidak mengetahui pasti jenis pekerjaan yang dilakoni sang mama, Ia hanya tahu mamanya bekerja keras tiap malam dan pulang pagi dengan dandanan yang memang menggoda. Vivi tidak tahu bahwa mamanya meneteskan keringat kenikmatan, berlendir, dan mendesah-desah memuaskan nafsu si hidung belang hampir tiap malam. tapi semua itu dilakukan atas nama cinta, cinta kepada anaknya, Vivi.

“Vivi nggak ingin mama jadi pelacur!!”

Salam Ukhuwah, SYAIFUL HADI.

Siapa Suruh Mau Jadi Guru? (Ketika Para Guru Indonesia Menggalau)

08 Wednesday Aug 2012

Posted by syaiha in Pendidikan

≈ Leave a comment

Tags

galau, guru, indonesia, lingkungan, masalah, pendidikan, sekolah, siswa

 

Oleh : Irhamni Rahman, Guru Model SGI 3 di SDN 22 Sarang Burung Usrat, Sambas, West Borneo.

Jika guru Indonesia melipat senyum ramahnya karena pagi ini ia mendapat potongan gaji sebab ia terlambat menaruh ibu jarinya di atas mesin presensi, maka seharian yang ia pikirkan hanya tentang bagaimana menutupi kekurangan kebutuhan bulanan, dan buyarlah segala RPP yang telah direncanakan semalaman.

 

Jika guru Indonesia berkantung mata dan kehilangan suara karena semalaman suntuk di depan layar kaca memberi semangat kepada tim bola favoritnya, maka seharian ia akan menjadi gagu dan kehilangan arah belajar disebabkan kasur empuk dan tumpukan bantal yang menantinya di rumah.

Jika guru Indonesia bermuram durja karena teman sejawatnya telah ber-Xenia sedangkan ia harus puas dengan honda supranya, maka bagaimana ia mampu mengajarkan kepada para siswa bahwa hidup bersahaja bukan berarti tidak bahagia?

Jika guru Indonesia berada di sekolah tanpa semangat karena sedang dirundung masalah keluarga, maka bagaimana ia mampu memotivasi para siswa yang tengah patah arang dalam hiruk pikuk pertengkaran ayah-ibunya?

Jika guru Indonesia senang sekali “menjilat” sana-sini demi sebuah “posisi”, maka bagaimana ia mampu membangun para siswa agar memiliki harga diri dengan mental taqwa?

Jika guru Indonesia bersedih hati dan kehilangan tawa candanya karena ia tengah berpatah hati, maka bagaimana ia mampu menjadi “tempat sampah” para siswa yang butuh bercerita tentang serba-serbi hati masa remaja mereka.

Guru Indonesia pun masih terklasifikasi sebagai manusia, sekalipun para siswa acap kali mendewakan segala kata, sikap, dan titahnya, namun sekali lagi, manusia ya tetap saja manusia. Tapi sekarang pertanyaannya yang akan saya lemparkan kepada para guru Indonesia adalah … “Siapa suruh mau jadi guru Indonesia???” Bukankah ketika kita telah memilih menjadi guru Indonesia itu artinya kita telah memutuskan menempuh perjalanan dengan mengenakan jaket kehidupan yang bertuliskan “Sebuah profesi dengan tuntutan tugas nabi. Serentetan tugas dengan skala dunia-akhirat. Setumpuk amanah dengan taruhan terseok dan berdarah-darah. Maka, nikmatilah!”

Kalau para guru Indonesia masih senang berselimut dalam segala pernak-pernik kegalauan, lalu mau dibawa kemana anak didik Indonesia? Hendak membangun makna apa bersama mereka di tengah dunia yang terus menuntut mereka sebagai generasi masa depan yang akan membawa pencerahan sebuah negara yang “terwariskan berantakan”? Bagaimana mau berbagi tentang pelajaran kehidupan, kalau pelajaran yang akan diajarkan hari ini saja tak terencanakan?

Tunggu! Apakah definisi galau dalam kepala saya sama dengan yang seperti dalam kepala Anda? Kalau saya memaknai “galau” sebagai “keadaan yang tidak stabil” a.k.a “labil”, itu artinya seseorang sedang menghadapi polisi tidur-polisi tidur, kerikil-kerikil, dan serba-sebi warna hidup yang mau tidak mau, suka tidak suka, toh harus dijalani juga. Well, bisa dibilang setiap orang pasti pernah mengalami keadaan tidak mengenakkan dalam hidup mereka, pun guru Indonesia.

Nah, permasalahannya adalah kalau guru Indonesia sedang ber-GALAU-ria dan tak tersikapi dengan “pakaian keguruannya”, maka apa jadinya keadaan kelas Anak Indonesia hari itu? Hari berikutnya dan berikutnya lagi? Apalagi kalau galaunya terlalu lama. Mungkin sebagian orang boleh berkata, “ Nanti juga stabil lagi” atau “Biarkan waktu yang membuat dia kembali seperti semula.” Nah, masalahnya adalah kalau rentang waktu yang dibutuhkan seorang guru untuk menjadi stabil lagi telah menorehkan sikap-sikap yang tidak semestinya di hadapan siswa dan terlanjur membekas dalam memori hidupnya serta berdampak a,b,c,d sampai z, lalu apa kata dunia?

Guru boleh saja galau, tetapi tidak dihadapan siswa. Guru boleh saja sedih, tetapi pilihlah “tempat tersendiri”. Guru pasti pernah kecewa tetapi “luka” bukan untuk dipajang di hadapan kelas yang seharusnya penuh cinta. Guru boleh saja merasa lelah dan sakit tetapi bukan untuk dijadikan alasan agar para siswa pun tersakiti dengan kata-katanya yang menyelekit.

Jadi guru itu pilihan, sebuah hobi yang menuntut pengabdian sepenuh hati. Maka kalau masih suka menggalau di hadapan mata anak didik kita, mengeluh bahkan ketika tak berpeluh, menggerutu hanya karena RPP yang senantiasa harus diperbaharu, ya mundur saja, sebelum lebih banyak anak Indonesia yang terkebiri karakternya sejak dini.

 

Jadi guru berat banget siiih.. “Siapa suruh jadi Guru???”

Salam Ukhuwah, SYAIFUL HADI

 

Udah Berapa yang Berkunjung?

  • 113,196 hits

Recent Posts

  • Galau.. Tak Siap Menjalani Kehidupan
  • Cinta Itu Adalah…
  • (no title)
  • Perokok Susah Berkurban
  • Belajar Menulis dari Son Goku

Tanggal Berapa Sekarang?

April 2018
M T W T F S S
« Oct    
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
30  

Archives

  • October 2012
  • September 2012
  • August 2012
  • July 2012
  • June 2012
  • May 2012
  • January 2012
  • December 2011
  • November 2011

Categories

  • cerpen
  • Humor
  • Leadership
  • Novel
  • Pendidikan
  • Religi (Islami)
  • Resonansi Jiwa
  • tadabbur ayat
  • Uncategorized

I Love This Blog

Ada apa di Pelukis Senja?

Advertisements

Blog at WordPress.com.

Jejak Langkah Seorang Wanita Biasa

-Dunia Dianita-

Ladang Pikiran

Learn | People | Nation | Travel | Hobbies | Economics | Agriculture | Insight | Photography | Journey | Personal Life | Thought

The Journey

berbagi itu... sesuatu :)

Nugroho Technology

Menggali Makna Dalam Setiap Kata

Panji Wiyana World

Create Strong Culture

Acep Aprilyana

Sundanese in Actions

Anak KREATIF & Berprestasi | 022 2008621 | 0818 22 0898

Raih SUKSES ANDA Mencerdaskan Bangsa

CERITA MOTIVASI UNTUK SEMUA

KUMPULAN CERITA MOTIVASI YANG SANGAT MEMBANGUN

Humanity777's Blog

The Church of Christ

lek ardhi

seberapa positif kamu hari ini?

Syifa Al-Bantani's Blog

Don't be afraid to be the best...

BATansh Tanjung

Berusaha Memahami

Vera Sulistyowati

Kata yang kutulis dari HATI :)

clotildajamcracker

The wacky stories of a crazy lady.

Catatan Kecil Yusnita

memaknai hari dengan untaian kata..

Nunung Nuraida

merekam asa, rasa dan cerita

trytolearn | catatan perjalanan

ROOM BEDAH SYAIR

SAHABAT 2 PREDICTION

hembusan angin lembut

cerita citra

Selembar Kertas Kehidupan

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain