• Sekelumit Tentang SyaiHa
  • SGEI
  • Tentang Blog

pelukissenja

~ Just another WordPress.com site

pelukissenja

Tag Archives: cerpen

Malam Pertama, Indahnya Menahan Saat Berbuka Penuh Kejutan

23 Thursday Aug 2012

Posted by syaiha in cerpen

≈ Leave a comment

Tags

arman, Bengkulu, cerpen, keluarga, malam pertama, nevi, pantai panjang, pernikahan

Malam itu, tubuh Arman masih lelah. Bagian pinggang hingga lehernya serasa kaku dan pegal-pegal semua. Bagaimana tidak, Ia baru saja tiba dari Kalimantan Barat satu jam yang lalu. Perjalanan yang baru saja dilaluinya dari pelosok Kalimantan Barat hingga ke kota Bengkulu memakan waktu nyaris seharian penuh.

Nggak terbayang deh jika ditempuhnya pakai kapal laut. Naik pesawat aja capeknya begini, apalagi naik kapal yang memakan waktu berhari-hari, gumamnya. Seandainya bisa memilih, tentu Arman lebih suka berada di atas kasur empuk untuk meluruskan tulang-tulang punggungnya. Tapi, Ia urung melakukannya. Besok ia sudah harus melanjutkan perjalanan ke kampungnya, Kab. Mukomuko, enam jam dari kota Bangkulu. Malam inilah waktu baginya untuk sekedar nongkrong bersama sahabat lamanya.

Ditemani rembulan dan ratusan bintang di langit malam, Ia dan beberapa sahabat SMA nya bernolgia di Pantai Panjang, Bengkulu. Ada Soni, wahid, dan Nezi.

“Cak mano kabar bini samo anak kau, Son? Anak kau lah pacak ngomong yo kini? (gimana kabar istri mu, Son? Anakmu udah bisa ngomong ya sekarang?)”

“Alhamdulillah baik Bang” Jawab Soni singkat, “Aih anak ambo tuh masih umur limo bulan bang, belum pacak ngomong lah (Aih.. anak ku tuh baru lima bulan bang, ya belum bisa ngomong lah)” Walau usia mereka sebaya, namun Arman memang biasa dipanggil Abang oleh teman-temannya.

“Anaknyo Wahid tuh Bang yang udah pacak ngomong, cerewet nian nyo (anaknya wahid tuh bang yang sudah bica ngomong, cerewet banget anaknya)” Nezi menimpali sambil menghisap sebatang Rokok miliknya.

“Siapo dulu gaeknyo cik, Nurwahid!! (Siapa dulu orang tua, Nurwahid!!)” Bangga.

“Tinggal kito lah, Zi yang belum menikah. Menikmati kebebasan!” ujar Arman berusaha berdamai dengan hatinya.

“Eits.. kito?? Kau ajo kali bang!! Hahaha” Nezi tidak terima, “Kalau lancar bulan depan ambo jugo nak nikah Bang! Oia, iko nah undangannyo, dari pado lupo, mending ambo kasih sekarang ajo ke kalian” Nezi membagikan undangan ke tiga sahabatnya.

“Eh.. samo siapo? Masih samo Niken anak IPA 1 yang dulu tuh?”

“Yoyoi bang..”

“Barokallah bro.. Barokallah..” hati Arman semakin kecut. Padahal dulu ketika SMA, empat sekawan ini mengira Arman lah yang akan menikah duluan. Tapi ternyata kenyataan berkata lain. Dua teman karibnya sudah memiliki buah hati yang menggemaskan, satu yang lain bulan depan akan menyusul. Ah, begitulah jodoh, tidak ada yang tahu.

“Kau tuh lah bang.. Sibuk ajo ngurusin orang-orang Dayak di pedalaman Kalimantan sano. Kerjo terus sampe lupo belum nikah.. hahaha” mereka tertawa.

“Sial!”

Malam mulai merangkak naik dan Pantai Panjang semakin ramai oleh motor-motor yang berseliweran kesana-kemari. Sepasang sejoli selalu berpelukan mesra di atas roda dua yang lewat di hadapan mereka. Mencari tempat yang agak semak dan gelap. Entahlah apa yang mereka lakukan disana.

“Arman, kau ingek dak kek Nevi? (Arman, kau ingat sama Nevi nggak?) Adik kelas kau SMP dulu, yang sekolah di SMK N 4 Kota Bengkulu?” tiba-tiba Wahid ingat sesosok perempuan yang mungkin cocok buat Arman.

“Ingek.. ngapo Hid?”

“Kito main ke rumah nyo lah, mumpung belum terlalu malam”

Langsung saja, dua kendaraan roda dua mereka meluncur di Jalanan Suprapto, Bengkulu. Lurus saja hingga simpang SKIP dan berbelok ke kiri menuju Sawah Lebar. Walau sudah hampir tiga tahun ditinggalkan, Bengkulu tidak banyak perubahan.

Tiba di sebuah rumah mungil di bilangan Sawah Lebar, Bengkulu. “Assalamu’alaikum.. “ sambil mengetok pintu.

“Wa’alaikumsalam..” pintu terbuka, “Eh kak Wahid, masuk lah kak”

Empat sahabat karib itu masuk ke dalam rumah sederhana dan duduk di depan TV. Hanya itulah ruang tamu, bercampur dengan ruang keluarga. “Dwi, kok sepi? Mano ayuk Nevi?”

“Ayuk Nevi lagi keluar bentar samo gaek beli martabak cak nyo”

“Wah kebetulan nih perut laper.. hehehe” Soni bercanda. Arman yang belum pernah sekalipun ke rumah ini, lebih banyak diam. Ia perhatikan sekeliling rumah, sederhana, tidak ada yang mewah.

Tak beberalama lama, “Assalamu’alaikum.. eh ada tamu toh? Kebetulan nih nevi baru aja beli makanan” ujar Ibunda Nevi.

Subhanalloh.. Ini nevi? Kok sekarang berubah? Cantik sekali dia.. padahal dulu nggak begini deh! Atau aku saja ya yang nggak pernah memperhatikan? Dada Arman bergemuruh, melihat sesosok anggun masuk, tubuhnya tinggi semampai, berbusana gamis merah dan jilbab yang menjuntai dengan warna senada. Astaghfirulloh hal ‘adzim, Arman memalingkan wajahnya ke arah lain.

Setelah ngobrol ngalor-ngidul dan martabak habis, serta waktu juga yang sudah larut. Keempat sahabat ini kemudian pamit.

Di perjalanan, di atas roda dua yang dikendarai wahid, Arman lebih banyak diam, melamun. Wajah anggun Nevi masih saja membayanginya. Ia masih tak percaya dengan perubahan drastis yang terjadi pada adik kelasnya. Dulu Arman tidak pernah mau melirik ke Nevi, bukan karena tidak cantik, tapi karena busana ketat yang selalu menempel di tubuhnya. Perempuan dengan busana ketat bukan tipe Arman. “Gue nggak rela tubuh istri gue dinikmati sama mata banyak orang bro, gue cemburu” bagitu kata Arman, dulu, ketika sahabatnya bertanya mengapa tidak bisa jatuh cinta sama perempuan berbaju ketat?

“Cak mano Man, Nevi cantik kan?” Wahid membuyarkan lamunannya.

“Eh.. apo, Hid?” Arman tidak mendengar pertanyaan Wahid, suara motor dan angin yang menerpa telinganya serta lamunannya membuat ia tidak fokus mendengar suara Wahid.

“Nevi cantikkan?” Wahid mengulangi pertanyaannya lebih singkat.

“Ya iya lah, masa ganteng..”

“Ambo tau kok selera kau cak mano.. dari dulu kan kau suko nyo kek perempuan yang pakaiannya kayak karung, besar-besar dan longgar-longgar” Kedua sahabat itu tertawa masih di atas motor kesayangan Wahid.

*****

Dua bulan kemudian, di sebuah kamar pengantin yang indah dan harum, kamar itu tidak begitu luas. Hanya ada ranjang dan meja kecil saja. Di atas meja kecil itu tersimpan sekeranjang buah, mulai dari apel, jeruk, anggur, dan melon. Tak lupa ada sekotak susu cair dan gelasnya serta sebatang cokelat dengan merk terkenal.

Arman dan istrinya sedang melakukan dua rekaat shalat berjamaah pertama mereka. Sebuah bentuk kesyukuran atas nikmat tuhan yang tak terkira, sungguh nikmat tuhan mu yang manakah yang kamu dustakan?

“Mas cinta banget sama adek..” ujar Arman selepas berdoa, sambil menatap mata indah istrinya, cantik sekali.

 

“Karena Allah mas.. Cintai adek karena Allah..” suara Nevi lembut, mencium tangan Arman. Malam itu menjadi malam tak terlupakan untuk mereka. Sungguh indahnya menahan, saat berbuka penuh kejutan.

Salam Ukhuwah, SYAIFUL HADI

 

Advertisements

Cintaku Tak Direstui

23 Thursday Aug 2012

Posted by syaiha in cerpen

≈ Leave a comment

Tags

asap kendaraan, ayah, cerpen, cinta tak direstui, debu, ibu, jakarta, kakak beradik, keyakinan, macet, materi, menantu, mertua

Cuaca kota Jakarta hari itu panas, sama seperti biasanya. Matahari tanpa malu-malu tebar pesona di atas langit biru nan indah. Jalanan padat merayap, ramai sekali. Sedangkan asap kendaraan dan debu jalanan beterbangan mengotori udara. Daun-daun pepohonan penghias jalan tidak lagi berwarna hijau, sudah dibedaki oleh debu dan asap kendaraan. Ada yang berwarna cokelat karena debu yang tebal, namun tak sedikit yang berwarna hitam karena asap kendaraan. Ah kasihan pepohonan itu.

Sementara itu, di pinggiran ibu kota, di sebuah rumah sederhana duduklah dua perempuan kakak-beradik, bercengkerama. Sesekali dua malaikat kecil sang kakak mengusik obrolan mereka dengan permintaan yang bermacam-macam. Mulai dari minta buatin susu lah, ganti celana karena ngompol lah, minta jajan lah, dan sebagainya.

Dua kakak beradik ini cukup akrab satu sama lain. Dulu ketika si kakak belum menikah, mereka justru seperti sahabat dekat yang suka saling menumpahkan perasaan masing-masing, curhat. Dulu si kakak yang lebih sering bercerita tentang isi hatinya, tentang hubungannya yang tidak direstui. Sang adik, dengan bijak hanya berkata, “Cece harus yakin, ayah sama ibu cuma butuh keyakinan cece aja, kalau cece yakin, ayah sama ibu pasti nanti merestui. Tapi kalau cece nggak yakin, ayah sama ibu malah semakin kuat nggak setujunya sama mas Dodi”.

Itu dulu, sekarang keadaan berbalik. Si adik menghadapi kondisi yang mirip, jika dulu si kakak tidak di restui karena perbedaan suku, si kakak asli betawi, sedangkan Dodi Jawa tulen. Kini Si adik tak direstui karena pekerjaan.

“Ce.. adek udah ngomong lagi ke ayah tentang keinginan adek menikah sama Khalid”

“Terus ayah bilang apa?” tanya si kakak sambil sibuk menyuapi malaikat bungsunya. Sebenarnya ia sudah tau bahwa orang tua mereka pasti belum merestui.

“Ayah nggak setuju Ce. Masih dengan alasan yang sama, kata ayah pekerjaan Khalid tidak bisa menjamin kehidupan adek nanti..”

“Emang pekerjaan Khalid sekarang apa dek? Cece lupa. Kemarin pas kamu kasih biodatanya ke Cece, belum sempet Cece baca semua eh udah entah kemana sekarang. Maklumlah, Asyfa dan Adlina ini kan masih kecil-kecil, suka sembarangan ngambil barang apa aja yang bisa diraihnya”

“Khalid sekarang lagi merintis bimbelnya, Ce. Walau baru berjalan dua bulan, tapi adek ngeliat kerja keras dan usahanya itu. Lagian kan yang penting itu tetap berpenghasilan dengan apapun pekerjaannya”

“Iya bener” ujar si kakak, “Cuma ayah dan ibu itu kan masa lalu nya buruk untuk urusan materi, dek. Kamu ingat kan dulu kita harus pindah dari satu kontrakan ke kontrakan yang lain, makan seadanya, dan pernah di akhir bulan kita dimarahi hanya karena telat membayar sewa rumah” si kakak mengenang masa lalu keluarganya, “Gaji ayah yang hanya sebagai guru honor, jelas tidak bisa mencukupi kita. Untunglah sekarang ayah sudah diangkat jadi PNS dan tunjangan guru di Jakarta sekarang sudah membaik”

“Iya Ce, adek ingat semuanya kok”

“Ayah sama ibu cuma nggak ingin kamu merasakan hal yang sama dengan mereka dek. Ayah dan ibu cuma ingin yang terbaik untuk mu”

“Tapi rejeki itu Allah yang atur kan, Ce. Mungkin Khalid memang belum mapan sekarang, tapi adek ngeliat Khalid mampu bekerja keras”

“Nah kalau kamu yakin, terus kenapa mesti bingung?”

“Ya bingung lah, Ce, kan ayah sama ibu masih nggak setuju kalau adek nikah sama Khalid”

“Adek, kalau kamu udah yakin, kamu harus kuat!” si kakak menerawang ke masa lalunya, ”Ayah sama ibu cuma butuh keyakinan kamu aja, dek, kalau adek yakin ayah sama ibu pasti nanti merestui. Tapi kalau adek nggak yakin, ayah sama ibu malah semakin kuat nggak setujunya sama Khalid”.

Si Kakak ingat kata-kata adiknya inilah yang dulu berhasil membuatnya kuat dan akhirnya mendapatkan restu menikah dengan Dodi, pujaan hatinya, kini dua malaikat kecil hasil pernikahannya sedang imut-imutnya, menanti tumbuh menjadi penerus negeri.

“Kamu ingat, kalimat itulah yang membuat Cece kuat untuk terus memburu restu ayah dan ibu dulu” ujar si kakak, “Kalimat itu dari lidah kamu Dek”

Walau matanya basah, sang adik tetap tersenyum. Bagaimana bisa dulu ia yang menjadi penguat kakaknya, justru kini hampir terpuruk dan putus asa menanti restu orang tua. Dalam kegelisahannya ia kembali meneguhkan hati untuk memperjuangkan restu dari orang tuanya untuk si pujaan hati, Muhammad Khalid.

Salam Ukhuwah, SYAIFUL HADI. 

Udah Berapa yang Berkunjung?

  • 113,196 hits

Recent Posts

  • Galau.. Tak Siap Menjalani Kehidupan
  • Cinta Itu Adalah…
  • (no title)
  • Perokok Susah Berkurban
  • Belajar Menulis dari Son Goku

Tanggal Berapa Sekarang?

April 2018
M T W T F S S
« Oct    
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
30  

Archives

  • October 2012
  • September 2012
  • August 2012
  • July 2012
  • June 2012
  • May 2012
  • January 2012
  • December 2011
  • November 2011

Categories

  • cerpen
  • Humor
  • Leadership
  • Novel
  • Pendidikan
  • Religi (Islami)
  • Resonansi Jiwa
  • tadabbur ayat
  • Uncategorized

I Love This Blog

Ada apa di Pelukis Senja?

Advertisements

Create a free website or blog at WordPress.com.

Jejak Langkah Seorang Wanita Biasa

-Dunia Dianita-

Ladang Pikiran

Learn | People | Nation | Travel | Hobbies | Economics | Agriculture | Insight | Photography | Journey | Personal Life | Thought

The Journey

berbagi itu... sesuatu :)

Nugroho Technology

Menggali Makna Dalam Setiap Kata

Panji Wiyana World

Create Strong Culture

Acep Aprilyana

Sundanese in Actions

Anak KREATIF & Berprestasi | 022 2008621 | 0818 22 0898

Raih SUKSES ANDA Mencerdaskan Bangsa

CERITA MOTIVASI UNTUK SEMUA

KUMPULAN CERITA MOTIVASI YANG SANGAT MEMBANGUN

Humanity777's Blog

The Church of Christ

lek ardhi

seberapa positif kamu hari ini?

Syifa Al-Bantani's Blog

Don't be afraid to be the best...

BATansh Tanjung

Berusaha Memahami

Vera Sulistyowati

Kata yang kutulis dari HATI :)

clotildajamcracker

The wacky stories of a crazy lady.

Catatan Kecil Yusnita

memaknai hari dengan untaian kata..

Nunung Nuraida

merekam asa, rasa dan cerita

trytolearn | catatan perjalanan

ROOM BEDAH SYAIR

SAHABAT 2 PREDICTION

hembusan angin lembut

cerita citra

Selembar Kertas Kehidupan

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain